About me

Kamis, 02 Agustus 2012

Cinta Itu Berkah Bukan Musibah

Pandangan bahwa cinta itu sama dengan hubungan badan lelaki dan perempuan, dan pacaran adalah pembuktian cinta dengan bersebadan sebelum nikah, merupakan sudut-pandang yang mengaburkan antara cinta dan nafsu sahwat. Padahal cinta dan nafsu sahwat sungguh jauh berbeda. Making love (ML), bersebadan, hanya merupakan bagian terkecil dari cinta, itu pun masih dengan sebuah catatan panjang. Artinya, hubungan badan hanyalah sebentuk saja dari ungkapan cinta, setelah jiwa-jiwa yang bercinta disakralkan. Pensakralan cinta dalam bentuk pernikahan pada hakekatnya merupakan upaya untuk melanggengkan hubungan cinta, atau seperti pagar agar orang lain tak mudah masuk, sekaligus menjadi penanda antara hak kita dengan hak orang lain. Pensakralan cinta melalui pernikahan, ibarat seseorang mengetam padi. Padi belum banyak manfaatnya bila ia belum diketam, dikelupas kulitnya, lalu keluarlah beras yang dapat dinanak menjadi nasi.
Mengapa cinta tak sama dengan hubungan sex? Karena cinta pada hakekatnya adalah perasaan yang lahir dalam jiwa. Ia merupakan fitrah manusia sekaligus anugerah Tuhan bagi hamba-Nya. Sebagai anugerah, cinta adalah suci. Karena itu, tak boleh dikotori dengan keinginan sesaat, ambisi, atau nafsu buruk.
Tuhan “membisikkan” cinta dalam jiwa manusia. Mengapa cinta dibisikkan dalam jiwa, dan tidak dalam pikiran? Karena jiwa merupakan “wilayah” yang tak terbatas oleh waktu dan tempat. Jiwa bersifat bebas, ia tidak bisa dikuasai oleh siapapun. Orang boleh memenjarakan tubuh, boleh merampas kemerdekaan orang lain, tapi tidak akan pernah mampu memenjarakan jiwa. Jiwa membuat seseorang menjadi manusia bebas, yang salah satu cirinya adalah tidak takut terhadap resiko yang akan dihadapi akibat pilihan yang diputuskan.
Jiwa juga selalu mengajak manusia --- pemilik jiwa--- untuk berjalan dengan dan menuju kesucian diri, menjaga kehormatan dan harga diri, sekaligus menjadi filter agar manusia tidak terjebak pada ketertarikan serba benda, ketertarikan materi. Karena seringkali keindahan, kemewahan, kecantikan, adalah sumur yang menjebak dan membunuh kita.
Cinta sebagai salah satu ruh kehidupan, merupakan sebuah kenyataan hidup, yang sulit dilacak keberadaannya. Cinta tak pernah berlaku sebagai tamu yang mengetuk pintu hatimu untuk mengabarkan kehadirannya. Cinta tak pernah berlaku sebagai guru yang memperlakukan engkau sebagai murid, dan memberikan wewarah dan pralambang padamu. Cinta juga tak pernah menjadi awan untuk mengabarkan akan datangnya hujan. Ia juga tak pernah mengumandangkan kokoknya seperti ayam mengabarkan fajar telah tiba.
Karena perilaku cinta demikian unik, maka orang sering beranggapan bahwa cinta adalah kenyataan yang tidak nyata. Sebagai kenyataan, cinta memang ada, tapi tak pernah dapat dilihat dan diketahui bentuknya. Kesulitan untuk melihat dan mengetahui “wujudnya”, membuat cinta demikian rumit, arah dan gagasannya sulit ditebak, dikalkulasi, dikonstruksi dan direkonstruksi.
Arah cinta tak selamanya lurus-lurus saja, terkadang meliuk, berputar, meninggi, atau tiba-tiba menghunjam. Karena itu, sia-sialah engkau bila ingin memperdebatkan cinta, juga engkau yang ingin mengukur kedalaman cinta, pun engkau yang ingin mencari-cari cinta. Sia-sialah semua upaya itu, karena cinta, bila engkau kejar ia akan berlari menjauh, laksana putri malu yang tidak ingin keberadaannya engkau ketahui.
Meski begitu, janganlah engkau mencoba menghindar dari cinta, sebab bila engkau menghindar, cinta akan mencengkerammu dengan tali-talinya yang kokoh. Tali cinta sekuat jaring laba-laba yang memangsa serangga lemah.
Engkau ibarat serangga lemah, tak berdaya di hadapan jaring kekuasaan cinta. Engkau akan dibuat tak mampu berkelit, menghindar, apalagi menentukan kemana engkau akan membawa dirimu. Dalam kekuasaan cinta, engkau hanya bisa merasakan kehadirannya, mengikuti kemauannya, dan merenungkan maknanya dalam kehidupanmu.
(sumber: Buku karangan Sholeh UG dengan judul: Cinta Itu Berkah Bukan Musibah) Best seller 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar